Bumi Seperti Penjelasan Al-Qur an

MAURICE BUCAILLE

MAURICE BUCAILLE Adalah Seorang Dokter Berkebangsaan Perancis Yang Mendalami Bahasa Arab Agar Benar-Benar Mampu Memahami Teks Asli Al-Quran. Sejak Diterbitkannya Bibel, Quran Dan Sains Modern, Pada Tahun 1976 (Best-Seller Diseluruh Dunia Muslim), Dokter Bucaille Memperoleh Reputasi Mengesankan Sebagai Pengulas Kitab-Kitab Suci, Terutama Al-Quran

BUMI SEPERTI PENJELASAN AL-QUR AN

V. BUMI

Sebagaimana halnya dengan pokok-pokok yang dibicarakan sebelum ini, ayat yang mengenai bumi adalah tersebar di seluruh Qur-an. Untuk mengkelompokkannya tidaklah mudah. Pengelompokan di bawah ini adalah cara pengarang pribadi.

Untuk terangnya pembahasan ini, pertama kita dapat memisahkan ayat-ayat yang biasanya membicarakan bermacam-macam persoalan akan tetapi ayat-ayat tersebut mempunyai ciri umum yaitu mengajak manusia untuk memikirkan nikmat-nikmat Tuhan dengan memakai contoh-contoh.

Adalagi kelompok ayat-ayat yang dapat dipisahkan, yaitu ayat-ayat yang membicarakan soal-soal khusus seperti:

siklus (peredaran) air dan lautan

dataran bumi

atmosfir bumi.

  1. AYAT-AYAT YANG BERSIFAT UMUM

Ayat-ayat yang mengajak manusia untuk memikirkan nikmat-nikmat Tuhan kepada ciptaanNya, mengandung di sana sini pernyataan-pernyataan yang baik sekali untuk dihadapkan dengan Sains modern. Dari segi pandangan ini ayat-ayat tersebut malah lebih penting karena tidak menyebutkan kepercayaan-kepercayaan yang bermacam-macam mengenai fenomena alamiah, yaitu kepercayaan yang digemari oleh manusia pada zaman turunnya wahyu akan tetapi yang sekarang ini telah terbukti salah.

Di satu pihak, ayat-ayat itu memajukan idea yang sederhana yang dapat dimengerti dengan mudah oleh mereka yang diajak bicara oleh Qur-an berhubung dengan kedudukan geografis mereka yakni penduduk Mekah dan Medinah, serta orang-orang Badui di Jazirah Arab. Di lain fihak ayat-ayat itu menyajikan pemikiran-pemikiran umum yang dapat dimanfa’atkan rakyat umum yang terpelajar di segala tempat dan di segala waktu. Hal ini salah satu hal yang menunjukkan bahwa Qur-an itu suatu buku universal (untuk segala manusia).

Oleh karena tak ada pengelompokan ayat-ayat tersebut dalam Qur-an, maka ayat-ayat itu kita sajikan menurut urutan surat-surat.

Surat 2 ayat 22:

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, pada hal kamu mengetahui.”

Surat 2 ayat 164:

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air; lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapatlah) tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Surat 13 ayat 3:

Artinya: “Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutup malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Surat 15 ayat 19 s/d 21:

Artinya: “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu dengan ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kamimenciptakan pula} makhluk-makhluk yang kamu bukan pemberi rizki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”

Surat 20 ayat 53:

Artinya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan dan menurunkan dari langit air hujan, maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam- Makanlah dan gembalakanlah binatang itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu sungguh terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berakal.”

Surat 27 ayat 61:

Artinya: “Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain? Bahkan sebenarnya kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.”

Di sini terdapat isyarat kepada stabilitas umum daripada muka bumi. Kita sudah dapat mengetahui bahwa pada periode-periode permulaan daripada bumi, maka bumi sebelum dingin tidak stabil. Stabilitas muka bumi tidak mutlak, karena terdapat zone (daerah) di mana gempa bumi sering terjadi. Adapun pemisah antara dua lautan, hal ini merupakan gambaran (image) tentang tidak tercampurnya air sungai dan air laut pada muara-muara yang besar seperti yang akan kita lihat nanti.

Surat 67 ayat 15:

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizkinya, dan kepadaNyalah kamu kembali setelah dibangkitkan.”

Surat 79 ayat 30 s/d 33:

Artinya: “Dan bumi sesudah itu dihamparkannya. Ia memancarkan dari padanya mata airnya dan (menyembuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkanNya dengan teguh. Semua itu untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”

Dalam beberapa ayat di atas, pentingnya air serta akibat praktis dari adanya air terhadap tanah, dan kesuburan tanah, digaris bawahi. Dalam negeri-negeri bersahara, air adalah unsur nomor satu yang mempengaruhi kehidupan manusia. Tetapi disebutkannya hal ini dalam Qur-an melampaui keadaan geografis yang khusus. Keadaan planet yang kaya akan air, keadaan yang unik dalam sistem matahari seperti yang dibuktikan oleh Sains modern, di sini ditonjolkan. Tanpa air, bumi akan menjadi planet mati seperti bulan. Qur-an memberi kepada air tempat yang pertama dalam menyebutkan fenomena alamiah daripada bumi. Siklus air telah mendapatkan gambaran yang sangat tepat dalam Qur-an.

  1. SIKLUS AIR DAN LAUTAN

Jika pada waktu ini kita membaca ayat-ayat Qur-an yang mengenai air dan kehidupan manusia ayat demi ayat, semuanya akan nampak kepada kita sebagai ayat-ayat yang menunjukkan hal yang sudah jelas. Sebabnya adalah sederhana; pada zaman kita sekarang ini, kita semua mengetahui siklus air dalam alam, meskipun pengetahuan kita itu tidak tepat keseluruhannya.

Tetapi jika kita memikirkan konsep-konsep lama yang bermacam-macam mengenai hal ini, kita akan mengetahui bahwa ayat-ayat Qur-an tidak menyebutkan hal-hal yang ada hubungannya dengan konsep mistik yang tersiar dan yang mempengaruhi pemikiran filsafat secara lebih besar daripada hasil-nasil pengamatan. Jika orang-orang zaman dahulu telah dapat memperoleh pengetahuan praktis yang bermanfaat, untuk memperbaiki pengairan air, walaupun pengetahuan itu terbatas, di lain fihak mereka itu mempunyai gambaran tentang siklus air yang tak akan dapat diterima oleh orang sekarang.

Dengan cara pemikiran orang dahulu itu, mudahlah bagi seseorang untuk menggambarkan bahwa air di bawah tanah itu dapat diperoleh karena terjadinya gugusan dalam tanah. Orang menyebutkan konsep Vitrue yang pada abad I SM. mempertahankan ide tersebut di Roma. Dengan begitu, selama beberapa abad, dan juga setelah Qur-an diwahyukan banyak orang yang mengikuti ide yang salah tentang regime air.

Dalam artikel “Hydrogeologie” daripada Encyclopedia Universalis, dua orang ahli, yaitu G. Castany dan B. Blavoux menyajikan sejarah air yang sangat jelas sebagai berikut:

Bagi Thales dan Milet pada abad VII S.M. air laut masuk ke benua karena pengaruh angin, air juga jatuh di atas bumi dan masuk dalam tanah. Plato menyetujui ide ini dan berpendapat bahwa kembalinya air ke laut itu terjadi karena tatare, yakni jurang yang besar di pinggir bumi. Teori tersebut dianut oleh banyak ahli fikir sampai abad XVII dengan Rene Descartes, Aristoteles mengira bahwa uap air di tanah menjadi padat dalam gua-gua yang dingin di gunung-gunung dan menjadikan danau-danau di bawah bumi, danau-danau itu mengisi sumber-sumber air. Pendapat Aristoteles diikuti oleh Seneca (abad I M) dan banyak orang lainnya sehingga tahun 1877, O. Volger termasuk di antara pengikut teori tersebut.

Konsepsi tentang siklus air yang jelas untuk pertama kali diutarakan oleh Bernard Palessy pada th. 1580. Konsepsi itu mengatakan bahwa air di bawah tanah asalnya dari infiltrasi air hujan dalam tanah. Teori tersebut kemudian dibenarkan oleh E. Mariotte dan P. Perrault pada abad XVII M.

Dalam ayat-ayat Qur-an tak terdapat konsepsi yang salah, tetapi diterima orang pada zaman Nabi Muhammad.

Silahkan baca ayat-ayat di bawah ini.

Surat 50 ayat 9 s/d 11:

Artinya: “Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang bersusun-susun untuk menjadi rizki bagi hamba-hamba (Kami). Dan Kami hidupkan dengan air itu, tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.”

Surat 23 ayat 18:

Artinya: “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami berkuasa (pula) menghilangkannya. Lalu dengan air itu Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur. Di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan dari kebun-kebun itu kamu mendapat makanan.”

Surat 15 ayat 22:

Artinya: “Dan Kami telah mengirimkan angin untak mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dan langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali-kali bukannya kamu yang menyimpannya.”

Ada dua cara untuk menafsirkan ayat yang terakhir ini, angin yang menyuburkan dapat dianggap sebagai penyubur tanaman-tanaman dengan jalan membawa pollen (benih buah dari tumbuhan-tumbuhan lain). Tetapi dapat juga ditafsirkan sebagai ekspresi kiyasan yang menggambarkan peranan angin yang membawa awan yang tidak mendatangkan hujan atau awan yang membawa hujan. Peranan ini sering disebut dalam ayat, seperti ayat-ayat di bawah ini.

Surat 35 ayat 91: Artinya: “Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin untuk menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan (hujan yang turun dari) awan itu. Demikianlah kebangkitan itu.”

Kita perhatikan bahwa pada bagian pertama daripada ayat tersebut, susunan kata-katanya adalah susunan hikayat, kemudian dengan mendadak dan tanpa transisi susunannya berubah menjadi deklarasi daripada Tuhan. Perubahan susunan yang mendadak dalam bentuk deklarasi sering terdapat dalam Qur-an.

Surat 30 ayat 48:

Artinya: “Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka jadi gembira.”

Surat 7 ayat 57:

Artinya: “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira di muka kedatangan rahmatNya (hujan), hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan ini pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, supaya kamu mengambil pelajaran.”

Surat 23 ayat 48-50:

Artinya: “Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dengan sebelum kedatangan rahmatNya (hujan) dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih. Agar Kami menghidupkan dengan air itu sebagian besar dari mahluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.”

Surat 45 ayat 5:

Artinya: “Dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan Allah dari langit, lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya. Dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.”

Rizki dalam ayat ini adalah air yang turun dari langit, seperti yang diterangkan oleh konteks. Yang ditekankan di sini adalah perubahan angin, yaitu yang mempengaruhi turunnya hujan.

Surat 13 ayat 17:

Artinya: “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang.”

Surat 67 ayat 30:

Artinya: “Katakanlah kepadanya jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”

Surat 39 ayat 21.

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit maka diaturNya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikannya hancur berderai-derai.”

Surat 36 ayat 34:

Artinya: “Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air.”

Pentingnya sumber-sumber dan diisinya dengan air hujan yang digiring ke arah sumber itu digaris bawahi dalam tiga ayat terakhir. Kita perlu memperhatikan hal ini, untuk mengingat konsepsi yang tersiar pada abad pertengahan seperti konsepsi Aristoteles yang mengatakan bahwa sumber-sumber itu mendapat air dari danau-danau di bawah bumi. Dalam artikel “Hidrologi” dalam Encyclopedia Universalis, M.R. Rememeras, Guru Besar pada sekolah nasional untuk pertahanan desa, pertahanan air dan hutan, menerangkan tahap-tahap pokok daripada hidrologi dan menyebutkan proyek-proyek irigasi kuno, khususnya di Timur Tengah. Ia mengatakan bahwa empirisme telah mendahului ide pada waktu itu dan konsepsi-konsepsi yang salah. Kemudian ia meneruskan: perlu manusia menunggu zaman renaissance (antara tahun 1400-1600) untuk melihat konsep-konsep filsafat mundur dan memberikan tempatnya kepada penyelidikan-penyelidikan fenomena hidrologi yang didasarkan atas pengamatan (observasi). Leonardo da Vinci (1452-1519) menentang pernyataan- pernyataan Aristoteles. Bernard Palessy, dalam bukunya: Penyelidikan yang mengagumkan tentang watak air dan air mancur, yang alamiah dan yang buatan (Paris 1570) memberikan interpretasi yang benar tentang siklus air dan khususnya pengisian sumber-sumber air daripada air hujan.

Surat 39 ayat 21 yang menyebutkan bahwa air hujan itu mengarah kepada sumber-sumber air. Bukankah hal itu tepat sekali seperti yang ditulis oleh Palessy pada tahun 1570.

Kemudian Qur-an membicarakan butir-butir es dalam Surat 24 ayat 43:

Artinya: “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)Nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkannya dari siapa yang dikehendakiNya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”

Ayat-ayat di bawah ini memerlukan komentar (Surat 56 ayat 68 sampai dengan 70).

Artinya: “Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?

Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?”

Menyebutkan bahwa Tuhan dapat merubah air tawar menjadi masin adalah suatu cara untuk menunjukkan kekuasaan Tuhan. Suatu cara untuk mengingatkan akan kekuasaan Tuhan adalah tantangan kepada manusia untuk menurunkan hujan dari awan , yang pertama memang betul-betul tantangan yang mustahil diterima; tetapi yang kedua tidak lagi merupakan kemustahilan pada zaman modern ini karena tehnik sudah memungkinkan usaha menjatuhkan hujan. Apakah kemampuan manusia untuk menjatuhkan hujan itu bertentangan dengan pernyataan Qur-an?

Soalnya tidak begitu. Kita tetap harus meninjau batas-batas kemampuan manusia dalam bidang ini. M.A. Facy, insinyur umum daripada Meteorologi National menulis tentang “menurunkan hujan” dalam Encyclopedia Universalis sebagai berikut: “Orang tidak akan dapat menjatuhkan hujan daripada awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan hujan dari pada awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan air walaupun ia mengandung air.” Jadi manusia hanya mempercepat proses turunnya hujan dengan bantuan teknik modern, sedangkan persyaratan-persyaratan alamiah sudah terpenuhi. Kalau keadaan tidak begitu, yakni bahwa manusia dapat menurunkan hujan, niscaya tak terdapat lagi kekeringan, tak ada lagi tanah tandus. Kenyataannya tidak begitu. Untuk menguasai hujan dan udara yang baik tetap menjadi impian manusia.

Manusia tak dapat memecahkan menurut kemauannya sendiri suatu siklus yang sudah tetap dan menjamin peredaran (sirkulasi) air dalam alam. Menurut hidrologi modern siklus itu dapat diringkaskan sebagai berikut:

Sinar dan panas matahari menyebabkan uapan lautan-lautan dan tanah-tanah yang digenangi atau tercampur dengan air.

Uap tersebut naik ke atmosfir dan membentuk awan-awan dengan cara berpadat (kondensasi). Kemudian angin campur tangan untuk memindahkan uap-uap itu ke jarak-jarak yang berbeda-beda. Awan-awan itu kadang-kadang hilang tanpa menurunkan hujan, kadang-kadang berkumpul satu dengan yang lain untuk membentuk kondensasi yang lebih besar dan kadang-kadang berpecah-pecah untuk menurunkan hujan pada tahap tertentu daripada perkembangan awan. Jika hujan itu turun di atas lautan (yang merupakan 70% daripada wajah bumi) siklus tersebut dengan lekas menjadi tertutup. Tetapi jika hujan itu jatuh di atas tanah, sebagian akan disedot oleh tumbuh-tumbuhan dan membesarkan tumbuh-tumbuhan itu. Tumbuh-tumbuhan itu, dengan transpirasinya mengembalikan sebagian air hujan ke atmosfir. Sebagian lain daripada air hujan meresap dalam tanah, dan dari tanah itu sebagian menuju ke lautan dengan perantaraan saluran-saluran atau terus masuk lebih mendalam dalam tanah untuk kembali lagi ke muka bumi melalui sumber-sumber atau air mancur.

Jika kita bandingkan hasil hidrologi modern dengan kandungan beberapa ayat Qur-an yang telah kita sebutkan di atas kita merasakan adanya persesuaian yang jelas di antaranya.

LAUTAN

Sebagaimana ayat-ayat Qur-an telah memberikan bahan perbandingan dengan ilmu pengetahuan modern mengenai siklus air dalam alam pada umumnya, hal tersebut akan kita rasakan juga mengenai lautan. Tak ada ayat Qur-an yang mengenai lautan bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Begitu juga perlu digarisbawahi bahwa tak ada ayat Qur-an yang membicarakan tentang lautan menunjukkan hubungan dengan kepercayaan-kepercayaan atau mitos, atau takhayul yang terdapat pada zamanl Qur-an diwahyukan.

Beberapa ayat yang mengenai lautan dan pelayaran mengemukakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang nampak dalam pengamatan sehari-hari. yang semua itu untuk difikirkan. 

Ayat-ayat itu adalah:

Surat 14 ayat 32:

Artinya: “Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya.”

Surat 16 ayat 14:

Artinya: “Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan) dan Kami mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai dan kamu melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur.”

Surat 31 ayat 31:

Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat (kemurahan) Allah, supaya diperlihatkanNya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”

Surat 55 ayat 24:

Artinya: “Dan kepunyaanNyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan, laksana gunung.”

Surat 36 ayat 41-44.

Artinya: “Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang mereka kendarai yang seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka; maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Kecuali karena rahmat daripada Kami, dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu.”

Ayat tersebut membicarakan perahu yang memuat manusia di atas lautan seperti perahu yang membawa Nabi Nuh dan penumpang-penumpang lainnya, serta membawa mereka sampai ke daratan.

Ada lagi fakta mengenai lautan untuk diamati. Fakta tersebut dapat diambil dari ayat-ayat Qur-an tentang lautan, dan fakta tersebut menunjukkan suatu aspek yang khusus.

Tiga ayat membicarakan sifat-sifat sungai yang besar jika sungai itu menuang ke dalam lautan.

Suatu fenomena yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika. Orang mengira bahwa Qur-an membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab. Di dalam teluk pengaruh pasang surutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab “Bahr” yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Nil, Tigris dan Euphrat.

Tiga ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:

Surat 25 ayat 53:

Artinya: “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”

Surat 35 ayat 12:

Artinya: “Dan tidak sama (antara) dua laut. Yang ini tawar segar sedap diminum, dan yang ini asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya.

Surat 55 ayat 19, 20, 22:

Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.”

Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara. Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan. Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macan air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.

  1. MUKA BUMI

Susunan bumi adalah kompleks. Pada waktu ini secara kasar sekali kita dapat mengatakan bahwa bumi itu mempunyai lapisan dalam; temperatur disitu sangat tinggi khususnya di bagian tengah di mana batu-batu masih cair. Adapun lapisan atas atau kulit bumi merupakan lapisan yang keras dan dingin. Lapisan atas itu sangat tipis, hanya setebal antara beberapa kilometer dan beberapa puluh kilometer; sedang poros bumi itu lebih dari 6.000 kilometer. Dengan begitu maka kulit bumi, rata-rata tidak sampai 1/100 poros bumi. Dalam batas 1/100 inilah fenomena-fenomena geologi terjadi.

Yang paling dasar daripada perubahan-perubahan geologi adalah lipatan yang asalnya adalah rangkaian gunung-gunung. Terbentuknya lipatan-lipatan itu dalam geologi dinamakan “orogenese.” Proses ini penting sekali karena setelah nampak relief (pemunculan) yang akan membentuk gunung terjadi pula gerakan kearah kedalam yang proporsional dengan kulit bumi yang menjamin tempat duduknya gunung itu dalam lapisan di bawahnya.

Sejarah tentang pembagian muka bumi menjadi tanah dan lautan adalah hasil penyelidikan yang masih baru dan masih belum sempurna, walaupun yang mengenai periode yang tidak sangat kuno tetapi yang lebih banyak diketahui. Sangat boleh jadi bahwa timbulnya lautan (hidrosfir) terjadi l/2 milliard tahun yang lalu. Mula-mula semua benua merupakan satu kesatuan pada “Zaman Pertama” dan kemudian terserak-serak. Di lain pihak ada benua-benua atau bagian benua yang muncul sebagai akibat terjadinya gunung dalam daerah laut (seperti benua Atlantik Utara dan sebagian dari Europa – menurut pandangan Sains modern).

Yang mempunyai pengaruh besar dalam sejarah pembentukan bumi adalah munculnya rangkaian gunung-gunung. Para ahli mengelompokkan semua evolusi bumi, dari periode pertama sampai periode keempat dengan mengambil pedoman dari tahap orogenik (gunung-gunung) dan tahap-tahap ini sendiri dikelompokkan dalam siklus-siklus orogenik, karena tiap-tiap munculnya relief gunung akan mempengaruhi keseimbangan antara lautan dan benua. Munculnya gunung-gunung telah menghilangkan beberapa bagian bumi yang tinggi dan menumbuhkan bagian-bagian yang baru dan telah merubah pembagian udara laut dan udara kontinental semenjak beratus-ratus juta tahun. Udara kontinental hanya mengambil tempat 3/10 dari seluruh muka bumi.

Dengan cara tersebut di atas kita dapat menyimpulkan secara sangat tidak sempurna perubahan-perubahan yang terjadi dalam beberapa ratus juta tahun yang lalu.

Adapun yang mengenai relief bumi, Qur-an hanya menyinggung terbentuknya gunung-gunung. Sesungguhnya dari segi yang kita bicarakan di sini, hanya sedikit yang dapat kita katakan; yaitu ayat-ayat yang menunjukkan perhatian Tuhan kepada manusia dalam hubungannya dengan terbentuknya bumi seperti dalam:

Surat 71 ayat 19, 21:

Artinya: “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu.”

Surat 51 ayat 48 :

Artinya: “Dan bumi itu Kami hamparkan, maka sebaik-baik yang menghamparkan adalah Kami.”

(Permadani) yang digelar (dihamparkan) adalah kulit bumi yang keras yang di atasnya kita dapat hidup. Adapun lapisanlapisan di bawah adalah sangat panas, cair dan tak sesuai dengan kehidupan. Ayat-ayat Qur-an yang mengenai gunung-gunung serta isyarat-isyarat tentang stabilitasnya karena akibat fenomena lipatan adalah sangat penting.

Surat 88 ayat 19, 20:

Artinya: “Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, Dan bumi bagaimana ia dihamparkan.”

Konteks ayat mengajak orang-orang yang tidak beragama untuk melihat fenomena-fenomena alamiah. Ayat-ayat di bawah ini menjelaskan lebih lanjut:

Surat 78 ayat 6, 7:

Artinya: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak.”

Orang-orang yang beragama itu memakai (autad, kata jamak dari watad) untuk menetapkan tenda di atas tanah.

Para ahli geologi modern menggambarkan lipatan tanah yang mengambil tempat duduk di atas relief, dan yang dimensinya berbeda-beda sampai beberapa kilometer bahkan beberapa puluh kilometer. Daripada fenomena lipatan inilah kulit bumi dapat menjadi stabil.

Karena hal-hal tersebut di atas kita tidak heran jika membaca Qur-an dan mendapatkan pemikiran-pemikiran tentang gunung-gunung seperti berikut:

Surat 79 ayat 32:

Artinya: “Dan gunung-gunung dipancangkanNya dengan teguh.”

Surat 31 ayat 10:

Artinya: “Dia meletakkan gunung-gunung di (permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu.”

Kata-kata tersebut diulangi lagi dalam surat 16 ayat 15.

Idea yang sama diterangkan dengan cara yang agak berlainan dalam surat 21 ayat 31:

Artinya: “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka. ”

Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa cara gunung-gunung itudiletakkan adalah sangat menjamin stabilitasnya, dan hal ini sangat sesuai dengan penemuan-penemuan geologi.

  1. ATMOSFIR BUMI

Dalam beberapa aspek yang mengenai langit secara khusus dan yang telah kita bicarakan dalam fasal yang telah lalu, Qur-an memuat beberapa paragraf yang ada hubungannya dengan fenomena-fenomana yang terjadi dalam atmosfir. Mengenai hubungannya paragraf-paragraf Qur-an tersebut dengan hasil-hasil Sains modern, kita dapatkan seperti yang sudah-sudah di lain-lain persoalan, tidak adanya kontradiksi dengan pengetahuan ilmiah yang sudah dikuasai manusia sekarang tentang fenomena-fenomena yang disebutkan.

KETINGGIAN (ALTITUDE)

Sesungguhnya ini adalah pemikiran sederhana terhadap rasa, “tidak enak” yang dirasakan orang di tempat yang tinggi, dan yang akan bertambah-tambah jika orang itu berada dalam tempat yang lebih tinggi lagi, hal ini dijelaskan dalam Surat 6 ayat 125.

Artinya: “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya pentunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam. Dan barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit seolah-olah ia sedang mendaki langit.”

Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa rasa “tidak enak” dalam ketinggian tidak diketahui oleh orang-orang Arab pada zaman Nabi Muhammad. Saya berpendapat tidak begitu. Di Jazirah Arab terdapat puncak-puncak yang tingginya lebih dan 3500 m dan hal ini tidak memungkinkan bahwa orang tidak mengetahui kesesakan nafas di tempat yang tinggi.17

Ada juga ahli tafsir yang memahami ayat ini sebagai pemberian tahu tentang penundukan angkasa. Tetapi fikiran yang semacam itu sama sekali tak dapat diterima.

LISTRIK DI ATMOSFIR

Listrik yang ada di atmosfir dan akibat-akibatnya seperti guntur dan butir-butir es disebutkan dalam beberapa ayat sebagai berikut:

Surat 13 ayat 12-13:

Artinya: “Dialah yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan; Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah (demikian pula para malaekat) karena takut kepadaNya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu mengenai siapa yang Dia kehendaki. Namun mereka berbantah-bantahan (juga) tentang Allah. Dan Dialah Tuhan yang Maha Keras {siksanya).”

Surat 24 ayat 43 (ini sudah pernah disebutkan dalam fasal ini juga):

Artinya: “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu huyan keluar dari celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan hutiran-butiran es dari langit (yaitu dari gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendakinya, dan dipalingkannya dan siapa yang dikehendakinya. Kilatan awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”

Dalam dua ayat tersebut digambarkan hubungan yang erat antara terbentuknya awan-awan berat yang mengandung hujan atau butiran-butiran es dan terbentuknya guntur. Yang pertama sangat dicari orang karena manfaatnya, yang kedua ditolak orang. Turunnya guntur adalah keputusan Tuhan. Hubungan antara dua fenomena atmosfir sesuai dengan pengetahuan tentang listrik atmosfir yang sudah dimiliki oleh manusia sekarang.

BAYANGAN

Fenomena yang sangat biasa di zaman kita, yaitu bayangan dan pergeserannya disebutkan dalam ayat-ayat seperti berikut:

Surat 16 ayat 81:

Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu bayangan-bayangan dari apa yang telah Dia ciptakan.”

Surat 16 ayat 48 :

Artinya: “Apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik kekanan dan kekiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka berendah diri.”

Surat 25 ayat 45 dan 46:

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayangan-bayangan dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu. Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu.”

Di luar hal-hal yang menunjukkan tunduknya segala ciptaan

Tuhan termasuk bayangan, kepada penciptanya Yang Maha Kuasa, dan di samping Tuhan memperlihatkan kekuasaanNya, ayat-ayat Qur-an tersebut menyebutkan hubungan antara bayangan dan matahari. Kita perlu ingat bahwa pada zaman Nabi Muhammad orang mengira bahwa pergeseran bayangan itu dikondisikan oleh pergeseran matahari dari Timur ke Barat. Aplikasi kepercayaan ini adalah jadwal matahari untuk menunjukkan waktu di antara terbit dan terbenamnya matahari. Di sini Qur-an membicarakan fenomena “bayangan” tanpa menyebutkan penjelasan yang diterima orang pada waktu Qur-an diwahyukan; penjelasan tersebut dapat diterima manusia selama beberapa abad sesudah Nabi Muhammad. Tetapi sekarang penjelasan tersebut dirasakan tidak benar. Oleh karena itu Qur-an hanya membicarakan peran matahari sebagai petunjuk bagi bayangan.

Dengan begitu maka kita rasakan tidak adanya konflik antara caranya Qur-an menyebutkan bayangan dan apa yang telah diketahui manusia pada zaman modern ini.

BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern – DR. MAURICE BUCAILLE – Judul Asli : LA BIBLE LE CORAN ET LA SCIENCE – Alih bahasa : PROF. DR. H.M. RASYIDI – Penerbit : BULAN BINTANG, 1979 : Kramat Kwitang I/8 Jakarta

Posted on 7 Desember 2010, in Maurice Bucaille. Bookmark the permalink. 3 Komentar.

  1. hamparan karpet brow…..jika bumi itu di hamparkan…maka ..matahari pastinya masuk kedalam lumpur hitam…itu pasti benar……..jadi quran itu sempurna.brow…adanya siang dan malam karena matahari nyungsep kedalam lumpur item……pergi sujud di bawa arsy awloh……pie to..brow

  2. makane kumbang,goblok jgn dipelihara,udh dijelasin jg. Kamu lupa ttg banyaknya fakta2(baca bukti2)kebenaran al qur’an dan hadits yg mana ilmu pengetahuan modern br bs menjangkaunya akhir2 ini? Tuh lihat keith L.moore,tagatha tesajen dll

  3. |ᴮᴵᴬᴺᴳᴷᴬᴸᴬ| الملك كالا |

    Qs 88:20…bumi, BAGAIMANA iα dihαmpαrkαn (Suthihαt).
    Jαlαlαyn berkαtα: Qs 88:20 Firmαn Allαh Suthihαt JELAS menunjukkαn BAHWA bumi itu berbentuk rαtα BUKAN berbentuk bulαt SEPERTI bolα! (kitαb tαƒsir jαlαlαyn)

    Qs 15:19…Kαmi TELAH menghαmpαrkαn bumi…
    Al-Qurthubi berkαtα: Qs 15:19 Ini ADALAH bαntαhαn BAGI merekα yαng menyαngkα bαhwα bumi itu berbentuk bulαt SEPERTI bolα! (Tαƒsir Al-Qurthubi 10/13, Dαrul Kutub Al-Mishriyyαh, Kαiro, 1384 H)

    Qs 18:47…bumi ITU dαtαr…
    Jαlαlαyn berkαtα: Qs 18:47 Kαmi lenyαpkαn gunung-gunung itu DARI mukα bumi dαn kαmu AKAN melihαt bumi ITU dαtαr!! (kitαb tαƒsir jαlαlαyn) surat al kahfi ayat 47, bumi itu datar | Ustαdz Khαlid Bαsαlαmαh

    Dαri Sαhl bin Sα’αd rα, sαw bersαbdα: Bentuk bumi yαng sebenαrnyα ADALAH bulαt pipih DAN dαtαr. (HR.Muslim,4998)

    contoh bentuk bumi bulat pipih dan datar kayak wingko babat khas Lamongan

Tinggalkan komentar